Rabu, 21 November 2012

MASYARAKAT MULTIKULTURAL “ KEADILAN DAN HAK-HAK MINORITAS”




A.    Keadilan
 Keadilan Menurut beberapa ahli:
1)      W.J.S. Poerwodarminto, kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang dan tidak memihak.
2)       Aristoteles keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
3)      MenPlato diurut proyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
4)      Menurut  Socrates, ia memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Macam-macam keadilan
Aristoteles membagi keadilan dalam beberapa bentuk, diantaranya :
·         Keadilan Komutatif adalah perlakuan adil terhadap seseorang yang tidak melihat jasa-jasa yang dilakukannya.
·         Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya.
·         Keadialn Kodrat Alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
Macam-macam keadilan menurut Plato ialah:
·         Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
·         Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan

B.     Kelompok Minoritas dan Hak-Hak Kelompok Minoritas
           Kelompok minoritas merupakan orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh atau asal usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajat atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka hidup. Hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada kedudukannya dalam masyarakat.
Beberapa persoalan penting seputar kelompok minoritas. Persoalan yang sering muncul yang berhubungan dengan interaksi sosial di antara kelompok masyarakat minoritas adalah:
1.      Adanya politik pencitraan yang disematkan kepada komunitas tertentu. Politik pencitraan berupa stigma dan stereotip ini merupakan awal dari munculnya hubungan sosial yang diskriminatif. Seperti pencitraan negatif terhadap komunitas sedulur sikep, badui, dsb sebagai kelompok yang “berbeda”, “terbelakang”, “bodoh”, dan sebagainya.
2.      Dukungan pencitraan dan diskriminasi melalui instrumen hukum/kebijakan, seperti kebijakan mengenai KAT, cagar alam, dan pariwisata. Seperti kebijakan tentang Cagar Alam Morowali Sulawesi Tengah yang lebih menekankan perlindungan Negara terhadap potensi alamnya, bukan dalam hal perlindungan terhadap komunitas yang hidup di dalamnya. Implikasinya  seringkali berbentuk perlakuan kaum minoritas untuk mengikuti tata cara kehidupan kelompok mayoritas.
3.      Pemisahan kategori agama dengan kehidupan komunitas minoritas. Misalnya, ketika terjadi penghinaan terhadap orang sedulur sikep, maka itu tidak dianggap sebagai penghinaan terhadap tata cara hidup mereka secara keseluruhan. Padahal, menyebut nama sedulur sikep, itu berarti termasuk di dalamnya kepercayaan dan tata-cara kehidupan mereka secara keseluruhan.
Mengenai hak-hak minoritas itulah, terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan bahwa:
1)      Kelompok minoritas memiliki hak untuk mengembangkan, menikmati, dan memberdayagunakan seluruh kekayaan kultur, tradisi, dan bahasa mereka sesuai dengan kearifan lokal yang mereka miliki sebagai ruang perkembangan kebudayaan.
2)      Kelompok minoritas yang hidup dalam lingkup teritorial mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak hadirnya misi-misi dari pihak luar yang ingin mengambil atau memberi manfaat dalam bentuk apa pun dari atau terhadap kehidupan mereka.
3)      Di dalam hubungannya dengan peradilan, kelompok minoritas juga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan peradilan, serta berhak memperoleh fasilitas (penerjemah, pengacara, dan lain-lain) yang mendukung berjalannya proses hukum dan peradilan yang berlangsung.
4)       Kelompok minoritas juga memiliki hak untuk diakui berbagai bentuk tata cara lokal yang berkaitan dengan peradilan adat, pendidikan (menurut) tradisi, dan pengembangan sumber daya alamnya.
5)      Berbagai bentuk ketersediaan fasilitas umum oleh Negara, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan yang diperuntukkan bagi kelompok minoritas dilakukan melalui komunikasi yang setara dan tanpa pemaksaan antara berbagai pihak yang terkait
( kelompok minoritas dengan Negara).
6)      Dalam hubungannya dengan wilayah politik, kelompok minoritas juga memiliki hak perwakilan.
Multikulturalisme, merupakan sebuah cara pandang yang menghormati adanya keanekaragaman suatu masyarakat, merupakan hal penting ketika kelompok-kelompok minoritas dipinggirkan atau dipaksa berasimilasi dengan kelompok mayoritas. Multikultiralisme memberikan kritik terhadap pluralisme yang dianggap masih mengidamkan persatuan dari perbedaan-perbedaan yang ada. Multikulturalisme pun menyingkap kebijakan politik dan produk hukum yang cenderung “liberal” karena hanya memberikan perlindungan terhadap individu (yang bisa saja mengancam eksistensi kelompok). Namun, multikulturalisme tak lepas dari dilema. Misalnya, jika penekanannya pada hak kelompok, dan kebebasan individu terhadap kelompoknya untuk mendapatkan pengakuan.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan.
Setiap orang memiliki HAM, Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita harus menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. HAM memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Hak minoritas erat kaitannya dengan hak asasi manusia, oleh karena itu hal-hal yang termasuk kedalam hak asasi manusia antara lain:
1)      Hak asasi pribadi
·            Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat
·          Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
·          Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
·          Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2)      Hak asasi politik
·            Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
·            Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
·            Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
·            Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petis
3)      Hak azasi hukum
·            Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
·            Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS
·            Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
4)      Hak azasi Ekonomi
·            Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
·            Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
·            Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
·            Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
·            Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5)      Hak Asasi Peradilan
·            Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
·            Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6)      Hak Asasi Sosial Budaya
·            Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
·            Hak mendapatkan pengajaran
·            Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

        Indonesia merupakan negara yang heterogen dilihat dari etnis, kultur maupun agamanya. Dengan keadaan ini hak minoritas merupakan hal yang penting bagi yang menghargai kebebasan manusia. Tidak akan ada negara yang demokrasi jika tidak menghargai, menghormati, mengakui dan menerapkan hak-hak minoritas. Kebutuhan untuk memelindungi hak-hak minoritas sangat berhubungan dengan campur tangan pemerintah.

Macam-macam minoritas:
1.      Minoritas etnokultur
Minoritas etnokultural terutama terdiri dari imigran serta keturunan yang berdiam disuatu negeri lain selain negeri mereka, dan mereka yang sejak lama memiliki tradisi cara hidup yang berbeda dari golongan mayoritas. Hak minoritas etnokultur adalah nondiskriminasi, karena mereka adalah warganegara dimana negara mereka tinggal, mereka harus menikmati hak penuh. Prinsip non-diskriminasi dapat  diterapkan dalam pendidikan. Semua kesempatan pendidikan harus dapat  diperoleh dengan  basis  kesetaraan.
golongan mayoritas  mendapat dukungan semacam itu, maka kelompok minoritas pun harus memperolehnya.
Hak-hak itu antara lain:
·         Hak menggunakan bahasanya sendiri dalam konteks tidak resmi
·         Kebebasan berpendapat dan pengungkapannya, termasuk hak untuk menerbitkan  tanpa sensor dalam bahasa apa saja
·         Kebebasan memeluk agamanya sejauh tidak melanggar hak-hak orang lain.
2.      Minoritas nasional
            yaitu yang secara historis merupakan komunitas yang menetap dengan bahasa yang berbeda dan atau kultur sendiri. Hak-hak minoritas nasional antara lain:
·         Hak  untuk  mendapat  pengajaran  bahasa  ibu  dan  penggunaan bahasa  ibu  sebagai pengantar pengajaran yang lazim di sekolah. Hak ini tidak boleh merugikan pengajaran bahasa resmi.
·         Penggunaan bahasa-bahasa minoritas dalam otoritas administratif dan pelayanan umum, pengadilan hukum dan parlemen .
·         Tersedianya  naskah-naskah  hukum  dan  naskah  undang-undang  dan  naskah-naskah hukum lainnya dalam bahasa minoritas. Apabila  ada media  yang  dimiliki  oleh  umum,  ruang  yang memadai  untuk  pengajaran dan  sebagainya  dalam  bahasa  minoritas.
·         Papan  petunjuk  untuk  umum,  nama-nama  tempat  dan  jalan  dan  sebagainya  yang menggunakan  bahasa  minoritas,  sekurang-kurangnya  sebagai  tambahan  dari  bahasa resmi.
·         Para anggota  minoritas  nasional  berhak  mendapat  pendidikan  dengan  budayanya  sendiri.  Ini meliputi:
a.       Pendidikan dasar (termasuk pendidikan pra-sekolah apabila diwajibkan) dalam bahasa ibu harus tersedia bagi semua anak.
b.       Minoritas  Nasional  berhak  mengelola  sekolah  dasar  dan  sekolah  lanjutan  mereka sendiri,  yang  berhak mendapat  subsidi  umum  sekurang-kurangnya  sama  dengan sekolah mayoritas, sejauh memenuhi standar minimum yang sesuai.
c.        Apabila  jumlahnya mereka  cukup besar, hal yang  sama berlaku bagi  institusi-institusi pendidikan  universitas, apabila  tidak,  maka  harus  disediakan  perlengkapan yang memadai untuk pengajaran dan riset dalam kultur minoritas, sekurang-kurangnya pada satu universitas yang ada.
d.      Apabila  jumlah  pemukiman  minoritas  nasional  kecil  dan/atau  berpencar  sehingga sekolah dengan asrama merupakan satu-satunya bentuk sekolah untuk minoritas, maka perlu  adanya  subsidi  untuk  membantu  menutupi  biaya  tambahan.  Hal  yang  sama berlaku  bagi  sekolah  biasa  di  daerah  minoritas  yang  dapat  berjalan  tetapi  biaya  per murid lebih tinggi karena ukuran sekolahnya terpaksa kecil
3.      Suku asli
minoritas suku asli telah menetap lebih dulu daripada mayoritas dan telah menjadi minoritas dengan cara penaklukan.
a)      Identitas Budaya dan Warisan Budaya.
Suku  asli  mempunyai  hak  untuk  mempertahankan  dan mengembangkan budaya spesifik mereka sendiri,  sprititual  dan  berbagai  tradisi  lainnya,  sejarah  dan  filsafat.  Ini  meliputi:
·         Penggunaan  bahasa  asli  sebagai  bahasa  standar  umum  di  dalam  lingkungan  wilayah tersendiri ini. 
·         Penggunaan sistem dan simbol penulisan asli tradisional
·         Membentuk dan menjalankan sistem pendidikan yang  independen untuk mengajarkan, memperkuat  dan  meriset  bahasa-bahasa  tradisional  serta  tradisi-tradisi  spiritual  dan religius, dan berbagai manifestasi budaya asli lainnya
·         Lokasi-lokasi  budaya  dan  tempat-tempat  suci,  juga  kekayaan  budaya,  intelektual, religius serta spiritual suku asli.
b)      Tanah dan Hak-hak yang terkait dengannya
  suku asli memiliki  tanah yang cukup, di mana mereka dapat menjalankan penentuan nasib sendiri. Ini meliputi:
·         Hak-hak sehubungan dengan  tanah,  hak   aborigin, dan berbagai instrumen  hukum  lainnya  harus  dianggap  sebagai  hak  paling  mendasar  dari  identitas mereka.
·         Larangan merenggut suku asli, tanpa persetujuan mereka dan konsultasi yang efektif serta transparan,  dari  wilayah  yang  ditempati  oleh  mereka,  dan  larangan  pemindahan  secara paksa dari wilayah semacam itu.
·         Restitusi  (ganti  rugi) sepenuh mungkin, atas  tanah, wilayah dan  lokasi-lokasi yang disita, diduduki, digunakan atau dirusak tanpa persetujuan sukarela dari pemilik yang sah.
·         Hak  untuk menetapkan  dan mempertahankan  di  dalam wilayah   mereka  sendiri    tatanan politik, budaya, ekonomi dan sosial serta institusi seperti yang ditetapkan oleh masyarakat bersangkutan itu sendiri  sesuai  dengan  hak-hak  asasi  manusia  dan  pemerintahan berdasarkan hukum.
C.     Hak Dan Aturan Yang Berlaku Bagi Semua Golongan Minoritas
Dimanapun kelompok minoritas berada mereka harus tetap dihormati oleh kelompok mayoritas sebagai bentuk hak untuk bebas yang dibawa sejak lahir. Semua langkah ang dilakukan untuk melindungi hak-hak ini diusulkan dalam suatu deklarasi, yang meliputi hak untuk menerima bantuan, serta berbagai bentuk bantuan perdamaian dari luar negeri, serta usaha pemerintah untuk tidak melakukan asimilasi paksa, dan kewajiban pemerintah untuk melindungi kelompok minoritas dari segala bentuk asimilasi, dengan cara memastikan tidak ada seorangpun yang diutamakan atau mendapat perlakuan diskriminasi karena ia merupakan bagian dari kelompok tertentu ( baik minoritas maupun mayoritas). Ini berarti semua hak-hak yang dirancang mencegah diskriminasi dan tidak pernah untuk menciptakan hak-hak istimewa, melainkan untuk menciptakan kesetaraan yang kokoh. Demikian hak-hak minoritas bukanlah untuk diinterpretasikan sebagai pembebasan kelompok minoritas dari kewajiban normal warganegara.  
Agar  dapat  menjadi  instrumen  perlindungan  hak-hak  minoritas  yang  efektif, dispensasi otonomi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Bersamaan  dengan  kriteria  historis,  topografis  dan  ekonomi,  etnisitas  harus  diterima sebagai  kriteria  yang  sah  ketika  perbatasan  ditentukan,  sehingga  populasi  minoritas dapat menjadi mayoritas di area pemukiman mereka.
2. Apabila anggota-anggota populasi mayoritas (nasional) hidup di area otonomi minoritas, “minoritas”  dalam  “minoritas”  ini mempunyai  hak  yang  serupa  dengan  “minoritas  di urutan pertama” di dalam negara
3.  Area  tanggungjawab  yang  setelah masalah-masalah budaya khususnya    terbuka untuk dikelola oleh lembaga-lembaga otonomi adalah kepolisian,  penyelenggaraan administratif, infrastruktur, dan sebagian besar perlengkapan keamanan sosial.
4. Tidak  ada  otonomi  daerah  yang  lengkap  tanpa  otonomi  finansial  dalam  kadar  yang tinggi. Dengan demikian, wewenang  perpajakan harus menjadi  bagian  tak  terpisahkan dan sangat penting pada dispensasi otonomi maupun yang sesuai dengan namanya. Dalam kasus  apapun, pemerintah pusat  tidak berhak menghapus  atau mengusik  secara substantial suatu status otonomi  minoritas nasional.



MAKALAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL “KESUKUBANGSAAN NASIONAL DAN INTEGRASI”




KESUKUBANGSAAN DAN INTEGRASI NASIONAL
Koentjaraningrat (1982: 345) mengemukakan usaha untuk mempersatukan penduduk Indonesia yang majemuk paling sedikit menyangkut empat masalah yang masing-masing mempunyai dasar serta lokasi berbeda dan karena itu memerlukan kebijaksanaan yang berbeda pula. Keempat masalah tersebut adalah: 1) masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa, 2) masalah hubungan antar umat beragama, 3) masalah hubungan mayoritas-minoritas, 4) masalah integrasi kebudayaan Papua dengan kebudayaan Indonesia lainnya.
Lebih jauh Koentjaraningrat (1995: 384) menegaskan adanya lima masalah sumber konflik antar suku bangsa atau golongan-golongan yang pada umumnya dapat dijumpai di negara-negar sedang berkembang, termasuk Indonesia. Kelima macam sumber konflik tersebut adalah:
1.)           Konflik bisa terjadi apabila dari dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama.
2.)           Konflik juga bisa terjadi apabila dari satu suku bangsa mencoba memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya kepada warga dari suatu suku bangsa lain.
3.)           Konflik yang sama pada dasarnya, tetapi lebih fanatik dalam wujudnya, biasanya terjadi apabila warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama.
4.)           Konflik akan terjadi kalau satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa lain secara politis.
5.)           Potensi konflik terpendam dalam hubungan antara suku-suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat.
Sebaliknya potensi bersatu paling sedikit untuk bekerja sama juga ada dalam setiap hubungan antara suku bangsa dan golongan. Kontjaraningrat (1995: 385) menyebut adanya dua potensi penting, yaitu:
1.)           Warga dua suku bangsa yang berbeda dapat saling bekerjasama secara sosial ekonomi, apabila mereka bisa mendapatkan lapangan mata pencaharian hidupnya yang berbeda-beda dan saling melengkapi. Dalam keadaan saling membutuhkan itu akan berkembang suatu hubungan simbiotik. Sikap para warga dari suatu suku bangsa terhadap yang lain dijiwai oleh suasana toleransi.
2.)           Warga dari dua suku bangsa yang berbeda juga dapat hidup berdampingan tanpa konflik, apabila ada orientasi ke arah satu golongan ketiga yang dapat menetralisasi hubungan antara kedua suku bnagsa tadi.

Untuk menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang multikultur tentu tidak mudah. Paling tidak, dibutuhkan beberapa konsep yang mendukung demi terwujudnya tantangan multikultur yang berpihak pada konsep yang kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh kondisi lingkungan.
Bagi masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, konsep masyarakat multikultural bukan hanya sebuah wacana atau sesuatu yang dibayangkan. Tetapi, konsep ini adalah sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, konsep multikultural ini tidak henti-hentinya selalu dikomunikasikan di antara ahli sehingga ditemukan kesamaan, pemahaman, dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.
Dalam konteks ini, kita harus bersedia menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan suku bangsa, agama, budaya, gender, bahasa, kebiasaan, ataupun kedaerahan. Multikultural memberi penegasan, bahwa segala perbedaan itu sama di dalam ruang publik. Dalam ruang publik, siapapun boleh dan bebas mengambil peran, di sini tidak ada perbedaan gender dan kelas, yang ada adalah profesionalitas. Maka, siapa yang profesional, dialah yang akan mendapatkan tempat terbaik. Dengan kata lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas itu diperlakukan sama oleh negara. Adanya kesetaraan dalam derajat kemanusiaan yang saling menghormati, itu diatur oleh hukum yang adil dan beradab yang mendorong kemajuan dan menjamin kesejahteraan hidup warganya.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan hanya  mungki terwujud dalam praktek nyata apabila ada pranata sosial terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol secara ketat dan adil yang mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip demokrasi dalam kehidupan nyata.
Demikian pula, prinsip masyarakat sipil demokrtis yang dicita-citakan reformasi hanya dapat berkembang dan hidup secara mantap dalam masyarakat Indonesia apabila warganya mempunyai toleransi terhadap perbedaan dalam bentuk apapun. Karena itulah, diskriminasi sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi yang berlaku di masa pemerintahan orba secara bertahap maupun radikal harus dikikis oleh kemauan untuk menegaakan demokrasi demi kesejajaran dalam kesederajatan kemanusiaan sebagai bangsa Indonesia.
Di Indonesia terdapat berbagai macam kebudayaan yang berasal dari hampir seluruh suku  bangsa. Dengan keanekaragaman ini kita dapat  mewujudkan masyarakat multikultural, apabila warganya dapat hidup berdampingan, toleran dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya sebuah wacana, tetapi harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan moral dalam bertindak yang benar dan pantas bagi orang Indonesia. Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun dalam tindakan individual
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial, dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam. Integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya. Jadi tidak akan ada lagi menonjolkan salah satu suku dan melemahkan yang lain. Kini adalah saatnya untuk mempersatukan suku-suku bangsa di Indonesia untuk mewujudkan integrasi nasional yang kokoh.









Selasa, 20 November 2012

FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA


A.     Faktor Pendorong Perubahan Sosial
Berdasarkan uraian di atas, maka perubahan yang terjadi di masyarakat dapat berupa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan tersebut antara lain:
1.      Faktor internal
Yang dimaksudkan dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Faktor ini bisa muncul ke permukaan dan bisa juga tersembunyi.
Faktor internal dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a.       Adanya kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat.
b.      Adanya individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku. Apabila penyimpangan ini dibiarkan, maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya, sehingga terjadi perubahan.
c.       Adanya penemuan-penemuan baru (inovasi) yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa perubahan kebudayaan.
d.      Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk. Jumlah penduduk yang terus meningkat baik disebabkan oleh pertambahan alami maupun adanya kaum pendatang, akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penggunaan lahan. Lahan pertanian semakin terbatas menimbulkan intensifikasi penggunaan lahan melalui penerapan berbagai teknologi, sehingga struktur sosial akan mengalami perubahan sebagai akibat heterogennya jumlah penduduk.

e.       Semakin meningkatnya pengetahuan dan pendidikan penduduk, meningkatnya pengetahuan, wawasan dan pendidikan penduduk akan semakin mengembangkan ide, gagasan, dan kebutuhan manusia.
Contoh: seorang yang kuliah di perguruan tinggi, pada saat mengerjakan tugas atau belajar akan membutuhkan mesin tik, kalkulator, komputer dan peralatan lain yang lebih banyak dan cepat
f.       Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)
Sistem ini memungkinkan seseorang untuk menaikkan kedudukan sosialnya karena ada rasa tidak puas atas kedudukan sosialnya sendiri. Keadaan ini disebut dengan status-anxiety.
g.      Kondisi masyarakat yang heterogen dan bersifat terbuka. Banyaknya penduduk dengan berbagai latar pendidikan, pendapatan, mata pencaharian dan adat istiadat menyebabkan kondisi individu dalam masyarakat berada dalam kondisi persaingan dan peniruan sesuatu yang dianggap lebih baik.
Contoh:
·        Pak Amir mampu menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi terkenal. Anak Bapak Tio pun berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi yang sama.  
·        Andi makan di meja makan mempergunakan sendok dan garpu. Heru pun meniru cara makan Andi tersebut
2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang terdapat di luar masyarakat yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Sebagai contoh: demografi, penjajahan, lingkunan, bencana alam, dan agama.
Faktor yang berasal dari luar masyarakat dapat disebabkan karena:
a.       Bencana alam, misalnya gunung meletus, banjir, gempa dan sebagainya. Bencana alam menyebabkan perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan ini menuntut pola adaptasi yang berbeda dari sebelum terjadinya bencana. Perubahan ke arah kemunduran (regress) ini seringkali menimbulkan goncangan-goncangan dalam kehidupan masyarakat. Orang menjadi lupa terhadap norma dan adat istiadat yang berlaku, pokoknya mereka dapat mempertahankan diri dari bencana tersebut.
Contoh:
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakatnya. Mereka harus menata kembali sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Perubahan yang terjadi di Aceh merupakan contoh perubahan sosial – budaya yang kompleks dan membutuhkan waktu lama untuk kembali menjadi stabil.

b. Peperangan, tidak hanya akan meningkatkan angka kematian, tetapi juga akan menyebabkan rusaknya berbagai sarana dan prasarana kebutuhan hidup, seperti lahan pertanian, sekolah, rumah, dan sebagainya. Kekacauan politik akan diikuti dengan kekacauan sosial, ekonomi, dan mental penduduknya. Peperangan ini seringkali diikuti dengan penaklukan atau penjajahan oleh bangsa lain yang menang. Masuknya ideologi baru dan tata cara lainnya dari negara penjajah. Semua itu secara langsung atau pun tidak akan merubah kehidupan masyarakat dan kebudayaannya.
c.   Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya. Adanya interaksi dengan kelompok lain yang berbeda kebudayaannya akan semakin memperluas pengetahuan dan wawasan budaya asing sehingga timbul sikap toleransi dan penyesuaian diri. Sikap ini adalah awal terjadinya perubahan dalam masyarakat.
Contoh:
Bali merupakan salah kota di Indonesia yang ramai dikunjungi oleh wisatawan dalam dalam luar negeri. Komunitas-komunitas masyarakat itu membawa budayanya sendiri-sendiri, hingga tidak heran bila masyarakat di Bali sudah mulai terbuka dan menerima masuknya budaya asing. Sikap toleransi dan adaptasi terhadap budaya-budaya asing itu lambat laun mengakibatkan perubahan sosial budaya dalam masyarakat Bali, seperti: bahasa Inggris, Jepang, Perancis dan lain-lain menjadi bahasa pengantar dalam pariwisata. Untuk itu Sekolah Dasar di Bali mulai mengajarkan bahasa-bahasa tersebut dalam bidang studi Muatan Lokal.

B .     Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya tidak selamanya berjalan dengan lancar. Ada perubahan yang berjalan secara perlahan, sebagai akibat adanya faktor penghambat. Faktor penghambat yang dapat memperlambat perubahan sosial budaya itu adalah:
1.      Adanya perasaan puas terhadap struktur budaya yang ada
2.      Adanya perasaan takut akan timbulnya goncangan-goncangan dalam masyarakat
3.      Kurang mengadakan hubungan dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya
4.      Adanya hambatan bahasa dan geografis dalam berinteraksi dengan masyarakat lain
5.      Adanya prasangka jelek dan curiga terhadap masyarakat lain yang berbeda budayanya
6.      Kurangnya pengetahuan, wawasan, dan perkembangan pendidikan yang lamban
7.      Sikap masyarakat yang sangat tradisional
8.      Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
9.      Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
10.  Adat atau kebiasaan. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki